Kurang promosi untuk memperkenalkan
makanan khas Papua sehingga makanan khas Papua kurang dikenal dalam
kuliner di restaurant. Hanya papeda saja yang banyak dikenal para
konsumen, padahal masih ada makanan khas lainnya seperti Keladi Tumbuk,
Sayur Lilin plus Bunga Pepaya.
JUBI --- Festival Danau Sentani 2010
yang baru saja berakhir. Harus diakui bahwa moment ini tidak banyak
menampilkan kuliner khas provinsi paling timur nusantara. “Apakah hanya
Papeda yang merupakan kuliner khas Papua?,”Tanya salah seorang
pengunjung kepada JUBI pekan lalu di sela-sela rangkaian kegiatan FDS.
Padahal lanjut dia, mestinya ajang ini bisa digunakan juga untuk
mempromosikan kuliner khas lokal Papua. Mulai dari keladi, makanan yang
dimasak dengan bakar batu atau segala jenis sayur-sayuran khas Papua.
Danau Sentani yang letaknya tepat di jalan utama dan satu-satunya jalur kendaraan menuju Bandara Sentani baik dari Kota Jayapura atau sebalik Kabupaten Jayapura, sudah pasti akan menikmati pemandangan alam danau ini. Begitu pula para penumpang di dalam pesawat pesawat akan mengitari Danau Sentani dari ketinggian terbang sebelum mendarat di Bandara Udara Sentani.
Agaknya tidak berlebihan apabila Pemerintah Kabupaten Jayapura menjadikannya sebagai salah satu kawasan wisata dunia. Ataukah ini hanya sekedar proyek wisata demi mewujudkan mimpi memperkenalkan Danau Sentani ke seantero jagad ini khususnya di Indonesia. Memang memasarkan asset wisata sebuah wilayah bukan pekerjaan instant atau sekadar mengejar proyek wisata belaka. Mestinya harus berangkat dari potensi yang dimiliki masyarakat pemilik budaya dan alam tersebut. Apabila masyarakat tidak terlibat dan hanya menonton saja maka akan sulit untuk berkembang. Minimal tumbuh dan berkembang di tingkat masyarakat akar rumput sehingga mereka sendiri yang akan antusias menggelar pesta budaya atau festival sebesar Festival Danau Sentani.
Membaca konsep wisata FDS 2010 yang menawarkan tur wisata menarik keliling Danau Sentani, menikmati Kampung Wisata Laut Tablanusu, Tugu Sejarah Jepang semasa Perang Dunia II di Kampung Genyem dan rangkaian kegiatan lainnya termasuk kuliner khas Papua dan Nusantara. Kegiatan lainnya adalah pameran Pesona Anggrek dan tanaman hias khas Papua, Kios Buku Budaya dan Sejarah Papua, serta pesona kembang api saat malam hari di atas Danau Sentani. Hajatan besar festival ini kelihatannya milik Pemerintah Kabupaten Jayapura hingga muncul harapan untuk menyantap makanan khas Sentani.
Sayangnya apa yang menjadi keinginan sebagian besar pengunjung untuk menyaksikan keanekaragaman kuliner khas Kabupaten Jayapura tidak terpenuhi karena panitia seperti lebih sibuk dengan rangkaian acara tarian yang lebih diprioritaskan untuk menarik perhatian pengunjung.
"Pada dasarnya, Konsep FDS tahun ini dikemas lebih modern namun tidak menghilangkan nilai budaya Papua pada umumnya dan Sentani pada khususnya," demikian kata Bupati Kabupaten Jayapura, Habel Melkias Suwae.
Pemerintah Kabupaten Jayapura setiap tahun menggelar Festival Danau Sentani (FDS). Festival Danau Sentani pada Tahun 2010 ini telah berlangsung pada 19-23 Juni 2010 lalu. Banyak catatan keberhasilan yang diperlihatkan, tetapi tidak sedikit juga suara-suara mencibir yang menunjukan masih banyak kelemahan dalam persiapan oleh Panitia FDS kali ini.
Adalah contoh kecil mengenai keberagaman makanan (kuliner) khas Wilayah Kabupaten Jayapura yang oleh Panitia FDS tahun ini terkesan kurang dioptimalkan sebagai salah satu potensi yang dipertontonkan dan dijual kepada wisatawan lokal maupun mancanegara yang berkunjung ke FDS.
Ditengah banyaknya makanan siap saji dan dan produk makanan kemasan yang ditawarkan oleh puluhan pedagang orang pendatang yang mendominasi los-los yang dibangun panitiia FDS. Walau masih didominasi pedagang non Papua ternyata masih ada juga sebagian Mama-mama Papua asal Kabupaten Jayapura yang tetap setia memamerkan dan menjual makanan khasnya seperti Papeda, Papeda Bungkus, Sate Ulat Sagu, Keladi (betatas) dan Ikan Gabus Kuah Kuning plus Sambal.
“Seharusnya panitia dorang bisa lebih berpikir baik supaya kami, Mama-mama Asli di sekitar Danau Sentani ini diberi los tempat berdagang yang terletak di dalam arena FDS supaya bisa berdagang dengan baik dan laku. Lihat saja kita hanya dapat tempat dibagian pinggiran arena,” kata Mama Debora, salah seorang Pedagang Asli Sentani yang menjajakan makanan khas Papua di los jualannya. Memang selain mama Debora masih ada beberapa Pedagang Asli Kabupaten Jayapura lain yang menjual kuliner khas Sentani, walaupun jumlah mereka sangat jauh di bawah jumlah pedagang non Papua yang menguasai pasaran jual-beli di areal FDS karena umumnya mereka menaruh banyak ragam makanan dan minuman siap saji yang menarik mata pengunjung.
Lomba Masak
Menjelang hari terakhir pelaksanaan FDS, ada kegiatan yang sedikit banyak membuat para pemburu rahasia resep dan penikmat kuliner mendapat hiburan, Panitia FDS yang membuat lomba masakan dengan bahan baku lokal. Lomba ini membuat puluhan pesertanya bersaing ketat menunjukan kebolehannya mengolah kuliner khas Sentani. Hal ini membuat dewan juri harus bekerja keras menentukan juara yang hingga kini belum menentukan pemenang dari kegiatan tersebut.
Koordinator Lomba Kuliner FDS 2010, Ir. Henderima Lauterboom, M.Msi mengatakan, para peserta lomba sebagian besar telah memahami dan sangat ahli dalam hal mengolah makanan lokal menjadi menu makanan bergengsi serta bergizi dan ekonomis, sehingga tim jurinya belum bisa menentukan pemenang lomba. Ia menjelaskan, lomba kuliner seperti lomba lainnya harus bertemakan Festival Danau Sentani, sehingga bahan baku dari kuliner harus menggunakan bahan baku lokal daerah. Meskipun demikian ada pengecualian terhadap beras dan tepung terigu sedangkan untuk bahan baku diantaranya adalah betatas atau ubi jalar, singkong, keladi, sagu, jagung, ikan gabus Danau Sentani yang bagus dan bergizi. Dengan kreasi dan keterampilan para peserta yang mampu mengolah bahan lokal tersebut menjadi makanan yang bergizi, ekonomis dan bergengsi, telah membuat banyak pengunjung yang berkeinginan mencicipi hasilnya. Bahkan dari pantauan JUBI, sebagian peserta lomba masak juga menjadikan jus pinang sebagai minuman penutup hidangan kreasinya.
Masih berdasarkan data yang dihimpun JUBI di lokasi FDS, sebanyak 30 kelompok masing-masing dari Tim Penggerak PKK dari 19 distrik se-Kabupaten Jayapura, Persatuan Guru TK dan gabungan organisasi lainnya dari Kabupaten/Kota Jayapura, menjadi peserta lomba masak itu. Menyinggung hadiah yang diberikan panitia kepada pemenang lomba masak ini, Henderima Lauterboom mengungkapkan untuk pemenang pertama dan kedua akan memperoleh hadiah bervariasi. “Panitia menyiapkan hadiah bagi peserta lomba kuliner berupa uang pembinaan masing-masing juara I sebasar Rp. 3 juta, juara II Rp.2,5 Juta, juara III Rp. 2 juta,” katanya seraya mengakui kuliner khas Sentani sangat potensial untuk diperkenalkan pada masyarakat luar sebagai salah satu potensi dan keunikan Kabupaten Jayapura, selain objek wisata alam dan sejarahnya.
James, salah seorang peserta lomba memasak kuliner khas Papua khususnya kabupaten Jayapura mengatakan, dirinya sangat senang karena Panitia FDS kali ini bisa memberikan kesempatan untuk mempertontonkan masakan khas Papua sekaligus cara pengolahannya. “Meski demikian saya menilai belum adanya promosi yang baik tentang aneka ragam kuliner di Papua, yang biasanya selalu menjadi nomor dua atau diselipkan dengan paket wisata alam,” kata James.
Sekretaris Umum (Sekum) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Papua, Jefry Abel mengakui, usia FDS yang baru tiga tahun membuat pelaksanaannya belum bisa optimal dalam mendatangkan wisatawan lokal dan mancanegara. Selain itu juga tergantung pada profesionalisme panitia dalam menyiapkan acara dan menyuguhkan paket wisata yang ditawarkan kepada pengunjung. “Ibaratnya FDS ini seperti bayi yang baru belajar jalan, jadi belum begitu besar gaungnya. Tetapi tahun ketiga ini sudah lebih maksimal dalam promosi dan pemberitaannya hingga dunia mengetahuinya. Paling tidak FDZ mampu melibatkan masyarakat setempat. (Jubi/Marcel).
Danau Sentani yang letaknya tepat di jalan utama dan satu-satunya jalur kendaraan menuju Bandara Sentani baik dari Kota Jayapura atau sebalik Kabupaten Jayapura, sudah pasti akan menikmati pemandangan alam danau ini. Begitu pula para penumpang di dalam pesawat pesawat akan mengitari Danau Sentani dari ketinggian terbang sebelum mendarat di Bandara Udara Sentani.
Agaknya tidak berlebihan apabila Pemerintah Kabupaten Jayapura menjadikannya sebagai salah satu kawasan wisata dunia. Ataukah ini hanya sekedar proyek wisata demi mewujudkan mimpi memperkenalkan Danau Sentani ke seantero jagad ini khususnya di Indonesia. Memang memasarkan asset wisata sebuah wilayah bukan pekerjaan instant atau sekadar mengejar proyek wisata belaka. Mestinya harus berangkat dari potensi yang dimiliki masyarakat pemilik budaya dan alam tersebut. Apabila masyarakat tidak terlibat dan hanya menonton saja maka akan sulit untuk berkembang. Minimal tumbuh dan berkembang di tingkat masyarakat akar rumput sehingga mereka sendiri yang akan antusias menggelar pesta budaya atau festival sebesar Festival Danau Sentani.
Membaca konsep wisata FDS 2010 yang menawarkan tur wisata menarik keliling Danau Sentani, menikmati Kampung Wisata Laut Tablanusu, Tugu Sejarah Jepang semasa Perang Dunia II di Kampung Genyem dan rangkaian kegiatan lainnya termasuk kuliner khas Papua dan Nusantara. Kegiatan lainnya adalah pameran Pesona Anggrek dan tanaman hias khas Papua, Kios Buku Budaya dan Sejarah Papua, serta pesona kembang api saat malam hari di atas Danau Sentani. Hajatan besar festival ini kelihatannya milik Pemerintah Kabupaten Jayapura hingga muncul harapan untuk menyantap makanan khas Sentani.
Sayangnya apa yang menjadi keinginan sebagian besar pengunjung untuk menyaksikan keanekaragaman kuliner khas Kabupaten Jayapura tidak terpenuhi karena panitia seperti lebih sibuk dengan rangkaian acara tarian yang lebih diprioritaskan untuk menarik perhatian pengunjung.
"Pada dasarnya, Konsep FDS tahun ini dikemas lebih modern namun tidak menghilangkan nilai budaya Papua pada umumnya dan Sentani pada khususnya," demikian kata Bupati Kabupaten Jayapura, Habel Melkias Suwae.
Pemerintah Kabupaten Jayapura setiap tahun menggelar Festival Danau Sentani (FDS). Festival Danau Sentani pada Tahun 2010 ini telah berlangsung pada 19-23 Juni 2010 lalu. Banyak catatan keberhasilan yang diperlihatkan, tetapi tidak sedikit juga suara-suara mencibir yang menunjukan masih banyak kelemahan dalam persiapan oleh Panitia FDS kali ini.
Adalah contoh kecil mengenai keberagaman makanan (kuliner) khas Wilayah Kabupaten Jayapura yang oleh Panitia FDS tahun ini terkesan kurang dioptimalkan sebagai salah satu potensi yang dipertontonkan dan dijual kepada wisatawan lokal maupun mancanegara yang berkunjung ke FDS.
Ditengah banyaknya makanan siap saji dan dan produk makanan kemasan yang ditawarkan oleh puluhan pedagang orang pendatang yang mendominasi los-los yang dibangun panitiia FDS. Walau masih didominasi pedagang non Papua ternyata masih ada juga sebagian Mama-mama Papua asal Kabupaten Jayapura yang tetap setia memamerkan dan menjual makanan khasnya seperti Papeda, Papeda Bungkus, Sate Ulat Sagu, Keladi (betatas) dan Ikan Gabus Kuah Kuning plus Sambal.
“Seharusnya panitia dorang bisa lebih berpikir baik supaya kami, Mama-mama Asli di sekitar Danau Sentani ini diberi los tempat berdagang yang terletak di dalam arena FDS supaya bisa berdagang dengan baik dan laku. Lihat saja kita hanya dapat tempat dibagian pinggiran arena,” kata Mama Debora, salah seorang Pedagang Asli Sentani yang menjajakan makanan khas Papua di los jualannya. Memang selain mama Debora masih ada beberapa Pedagang Asli Kabupaten Jayapura lain yang menjual kuliner khas Sentani, walaupun jumlah mereka sangat jauh di bawah jumlah pedagang non Papua yang menguasai pasaran jual-beli di areal FDS karena umumnya mereka menaruh banyak ragam makanan dan minuman siap saji yang menarik mata pengunjung.
Lomba Masak
Menjelang hari terakhir pelaksanaan FDS, ada kegiatan yang sedikit banyak membuat para pemburu rahasia resep dan penikmat kuliner mendapat hiburan, Panitia FDS yang membuat lomba masakan dengan bahan baku lokal. Lomba ini membuat puluhan pesertanya bersaing ketat menunjukan kebolehannya mengolah kuliner khas Sentani. Hal ini membuat dewan juri harus bekerja keras menentukan juara yang hingga kini belum menentukan pemenang dari kegiatan tersebut.
Koordinator Lomba Kuliner FDS 2010, Ir. Henderima Lauterboom, M.Msi mengatakan, para peserta lomba sebagian besar telah memahami dan sangat ahli dalam hal mengolah makanan lokal menjadi menu makanan bergengsi serta bergizi dan ekonomis, sehingga tim jurinya belum bisa menentukan pemenang lomba. Ia menjelaskan, lomba kuliner seperti lomba lainnya harus bertemakan Festival Danau Sentani, sehingga bahan baku dari kuliner harus menggunakan bahan baku lokal daerah. Meskipun demikian ada pengecualian terhadap beras dan tepung terigu sedangkan untuk bahan baku diantaranya adalah betatas atau ubi jalar, singkong, keladi, sagu, jagung, ikan gabus Danau Sentani yang bagus dan bergizi. Dengan kreasi dan keterampilan para peserta yang mampu mengolah bahan lokal tersebut menjadi makanan yang bergizi, ekonomis dan bergengsi, telah membuat banyak pengunjung yang berkeinginan mencicipi hasilnya. Bahkan dari pantauan JUBI, sebagian peserta lomba masak juga menjadikan jus pinang sebagai minuman penutup hidangan kreasinya.
Masih berdasarkan data yang dihimpun JUBI di lokasi FDS, sebanyak 30 kelompok masing-masing dari Tim Penggerak PKK dari 19 distrik se-Kabupaten Jayapura, Persatuan Guru TK dan gabungan organisasi lainnya dari Kabupaten/Kota Jayapura, menjadi peserta lomba masak itu. Menyinggung hadiah yang diberikan panitia kepada pemenang lomba masak ini, Henderima Lauterboom mengungkapkan untuk pemenang pertama dan kedua akan memperoleh hadiah bervariasi. “Panitia menyiapkan hadiah bagi peserta lomba kuliner berupa uang pembinaan masing-masing juara I sebasar Rp. 3 juta, juara II Rp.2,5 Juta, juara III Rp. 2 juta,” katanya seraya mengakui kuliner khas Sentani sangat potensial untuk diperkenalkan pada masyarakat luar sebagai salah satu potensi dan keunikan Kabupaten Jayapura, selain objek wisata alam dan sejarahnya.
James, salah seorang peserta lomba memasak kuliner khas Papua khususnya kabupaten Jayapura mengatakan, dirinya sangat senang karena Panitia FDS kali ini bisa memberikan kesempatan untuk mempertontonkan masakan khas Papua sekaligus cara pengolahannya. “Meski demikian saya menilai belum adanya promosi yang baik tentang aneka ragam kuliner di Papua, yang biasanya selalu menjadi nomor dua atau diselipkan dengan paket wisata alam,” kata James.
Sekretaris Umum (Sekum) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Papua, Jefry Abel mengakui, usia FDS yang baru tiga tahun membuat pelaksanaannya belum bisa optimal dalam mendatangkan wisatawan lokal dan mancanegara. Selain itu juga tergantung pada profesionalisme panitia dalam menyiapkan acara dan menyuguhkan paket wisata yang ditawarkan kepada pengunjung. “Ibaratnya FDS ini seperti bayi yang baru belajar jalan, jadi belum begitu besar gaungnya. Tetapi tahun ketiga ini sudah lebih maksimal dalam promosi dan pemberitaannya hingga dunia mengetahuinya. Paling tidak FDZ mampu melibatkan masyarakat setempat. (Jubi/Marcel).
sumber : http://z.tabloidjubi.com/index.php/2012-10-23-00-07-55/akar-sagu/7901-makanan-khas-papua-bukan-hanya-papeda
0 komentar:
Posting Komentar